Langsung ke konten utama

Kisah Kaca Nako....

Kaca Nako, apa kabar?

Sebutan singkat nama pemuda yang kerap membuatku tertawa. Meski tak pernah bersua dalam hitungan tahun, tapi kami kerap menyapa meski lewat teknologi virtual.

Pertemanan kami atau persahabatan atau apalah namanya selalu membuat kami tertawa dengan segala perbincangan kami.

Kami pernah punya harapan untuk naik ke Gunung Semeru, bukan tapi untuk bisa ke danau Ranu Kumbolo bersama. Sayang, niat itu tinggal cerita karena waktu dan jarak yang terlalu jauh untuk bisa selangkah menuju puncak gunung tertinggi di pulau Jawa itu.

Aku tahu ada kekecewaan. Tak hanya dia karena aku membatalkan niat, tapi juga aku karena waktu tidak memungkinkan.

Perjalanan dia dan kisahnya menjelajah Lombok seorang diri menggelitikku. Rasanya menyenangkan perjalanan seperti itu.

Dia memang pemuda penuh kejutan dan sedikit nekat dengan segala ide-idenya. Memiliki keberanian dalam melangkah. Acung jempol buat seorang Cako, singkatan Kaca Nako.

Dari segala polahnya, dia selalu menjagaku. Mungkin dia tidak sadar, tapi aku tahu dia selalu memperhatikanku. Mungkin sebagai sahabat yang berusaha agar temannya tidak terjatuh atau terperosok.

Mungkin dia tak akan mengakui ini. Ehmmm...karena dia egosnya setinggi langit (ciri khas cowo). Tapi, dia dan aku selalu saling mengintip lebih dari satu tahun ini. Doanya ketika aku sakit dia tunjukkan tanpa mengarah langsung atau segala apapun. I know u so well without look you.

Hi Cako, jika kamu baca ini. Aku ingin bertemu kamu sebagai sahabatku yang selalu memelukku dari jauh. Smile....

Aku akan berusaha mewujudkan mimpiku, jalan-jalan denganmu. Tak perlu ke Ranu Kumbolo atau mendaki Semeru, tapi cukup berjalan kaki di pinggir pantai seperti foto yang kau buat. Boncengan dengan motor biru yang kau bawa menjelajah Lombok seorang diri.

Untuk Cako....


From Tya Marenka














Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bumi Itu Bentuknya Jajaran Genjang! (Sebuah cerita segar)

"Bumi itu datar!" katanya dengan mantap. Kami semua terdiam. Saling menatap mendengar pernyataannya. Sedangkan gw membenamkan wajah di balik  layar komputer. Menahan ketawa agar tidak pecah. Gw terkejut. Itu pasti. Ternyata ada beberapa orang yang gw kenal meyakini betul bumi itu datar. "Ada penjelasannya ga bumi itu datar? Karena selama ini gw taunya bumi itu bulat," cetus seorang kawan dengan wajah yang coba diperlihatkan serius. "Ini semua dasarnya karena keyakinan gw. Dari pelajaran yang gw peroleh ya seperti itu," tegas dia. Kami masih terpaku dengan jawabannya. Bukan terpukau tapi merasa aneh dan mulai tergelitik untuk menanyakan lebih jauh dasar keyakinannya itu. "Ada ceritanya dari balik keyakinan lo itu," tanya seorang kawan lagi. "Jadi gini, dulu ada seorang yang berjalan sampai ujung bumi. Mentok di kutub dan ga bisa lagi. Itu ujung bumi," terang dia. "Ujung bumi itu di kutub?," cetus gw. "Iya dari situ orang...

Ini Kisah Maria Londa, dalam Wawancara Desember 2013

Maria Londa Tidak Suka Berlari Tak berhenti berharap dan berdoa menjadi modal Maria Natalia Londa memperbaiki prestasi di pentas SEA Games. Maria Natalia Londa tak pernah berpikir menekuni dunia atletik, terutama lompat jangkit dan lompat jauh. Maria kecil hanya suka menyaksikan I Ketut Pageh berlatih bersama anak asuhnya di sebuah lapangan di Denpasar, Bali. Sering bertemu itu, I Ketut Pageh mulai membujuk rayu Maria untuk menekuni dunia atletik. Sekali lagi, ketertarikan itu belum terlintas dipikiran Maria. Namun, pelatih yang sudah malang melintang di dunia atletik itu tidak menyerah. Rayuan kembali dia layangkan untuk Maria. Dan, Maria pun luluh. Aksi coba-coba dilakukan Maria. Anehnya, terjun di dunia atletik, Maria tidak suka berlari, karenanya dia tidak berminat menjadi atlet nomor lari. Dia pun mulai melirik nomor lompat. “Satu hal yang membuat saya lebih memilih nomor lompatan, karena saya tidak suka berlari,” kata Maria membuka rahasia kecilnya saat berbincang deng...

AirAsia aircraft flight QZ8501 HAVE FOUNDED

Indonesian National Save and Rescue (SAR) have founded AirAsia flight QZ8501 plane in Karimata straits, Pangkalan Bun, Middle Borneo. They founded six dead bodies and emergency exit a plane.  "The location was 15-20 km to the east at the last point AirAsia detected in Karimata Strait , " explained Pangkoops I Marsma Dwi Putranto in Pangkalan Bun , Tuesday ( 12/30/2014 ). Based on the location , area of ​​sightings of these objects were around Gulf Air Hitam . The appearance of objects suspected of objects belonging to AirAsia plane QZ8510 occurred around 11:00 , after approximately five hours for aircraft conducting searches inland , coastal , and ocean in the southern part of Borneo island. Dirops Basarnas Supriyadi, who ensuring body, told reporter in Pangkalan Bun, he watch three body floating in the sea. Supriyadi together members helicopter ride to check the floating body reportedly based on reports CN235 aircraft are photographing objects suspected...