Langsung ke konten utama

Kilau Pesona Negeri “Seribu Pagoda”

Di sisi bangunan teratas, terdapat lukisan dan relief-relief yang menggambarkan perjalanan hidup Buddha. 

Bagi Anda yang ingin berwisata religi, tidak salah jika memilih Myanmar sebagai tujuan. Di sana, banyak dijumpai pagoda nan megah dan berkilau yang mengundang decak kagum.


Negeri “Seribu Pagoda”, begitu sebutan populer Myanmar yang biasa disematkan masyarakat Indonesia. Sebutan itu memang relevan jika melihat banyaknya pagoda yang tersebar di seluruh penjuru negara yang dulu bernama Burma itu. Dengan populasi pemeluk agama Buddha yang mencapai 80 persen dari total penduduknya yang mencapai 61 juta orang, rasanya bukan hal mengherankan jika di Myanmar banyak dijumpai pagoda megah nan indah, tempat beribadah umat Buddha.

Sejarah panjang mengiringi pendirian pagoda-pagoda tersebut. Tak heran, jika usia pagoda-pagoda di Myanmar bukan saja ratusan tahun, melainkan hingga mencapai ribuan tahun. Salah satu kota yang memiliki banyak pagoda adalah Yangon. Di sana terdapat satu pagoda yang terelok dan termegah, yakni Shwedagon Pagoda. Dalam hikayatnya, pagoda itu sudah berdiri sejak 2.600 tahun lalu. Konon, keberadaan Pagoda Shwedagon tidak bisa dilepaskan dari kisah perjalanan Sidharta Buddha Gautama yang pernah menginjakkan kaki di Burma. Sang Buddha meninggalkan delapan helai rambutnya yang membuat pagoda bersinar terang hingga ke surga.

Secara fisik, pagoda tersebut memiliki stupa setinggi 99 meter yang berlapis emas 24 karat, sementara puncak teratas pagoda merupakan berlian berkualitas mencapai 7 karat. Untuk mencapai Pagoda Shwedagon atau dikenal pula dengan sebutan Pagoda Emas, tidaklah sulit. Jika ditempuh dari bandara internasional Yangon, hanya dibutuhkan waktu kurang dari 30 menit. Waktu tempuh bisa lebih singkat sekitar belasan menit jika para wisatawan menginap di sekitar Yangon, bekas ibu kota Myanmar.

Untuk memasuki area dalam pagoda, setiap pengunjung dapat melewati empat pintu yang tersedia, yakni di bagian utara, selatan, timur, dan barat. Ketika menelusuri setiap sudut pagoda, pengunjung diharuskan beralas kaki. Pada saat melewati pos pemeriksaan, pengunjung akan menemui anak tangga yang cukup panjang. Namun, tidak perlu khawatir merasa jenuh ketika meniti tangga-tangga yang bisa menguras tenaga itu. Pasalnya, di kanan dan kiri tangga banyak dijumpai pedagang yang menjajakan cendera mata. Banyak cendera mata yang menarik untuk dipilih, mulai dari cincin dan kalung giok, hingga miniatur dan patung Buddha.

Sesampainya di anak tangga terakhir, pengunjung, terutama warga negara asing, wajib merogoh kocek sebesar 8,5 dollar AS atau setara 100 ribu rupiah. Menurut petugas yang berjaga, pemberian uang itu sifatnya sekadar donasi atau sumbangan. Meski begitu, tak perlu heran jika pada kenyataannya pengunjung “dipaksa” menyumbang. “Harga yang tertera di tiket 8 dollar AS, tetapi kami harus membayar 8,5 dollar AS, aneh,” keluh Mercy Raya, warga negara Indonesia yang berkunjung ke Shwedagon, awal pekan lalu.
Terlepas dari aksi penjaga loket yang cukup mengecewakan itu, Pagoda Shwedagon menawarkan pesona luar biasa. Tak heran jika kebanyakan orang yang kali pertama melihatnya akan berdecak kagum. Sungguh terasa kemegahan dan kentalnya tradisi di setiap sudut pagoda. Ketika emas yang melapisi pagoda terpapar Matahari, bangunan itu pun mengeluarkan cahaya kekuningan nan indah dan menyilaukan mata.

Pagoda yang berlapiskan emas asli terletak di tengah-tengah bangunan-bangunan berarsitektur asli Myanmar yang mirip dengan arsitektur China kuno. Setiap bangunan itu berisi patung Buddha dengan berbagai bentuk. Ada satu bangunan yang terdiri dari lima patung Buddha. Ada pula patung Buddha yang tengah sendiri berdiri tegak dengan bentuk tinggi menjulang. Di sebuah sudut bahkan ada patung sleeping Buddha sedang tersenyum menatap ke arah depan para pengunjung yang melakukan ibadah.
Di sisi bangunan teratas, terdapat lukisan dan relief-relief yang menggambarkan perjalanan hidup Buddha.

“Pagoda terbagi empat sisi, barat, selatan, timur, dan utara. Buddha tertua ada di barat dan termuda di sisi utara,” terang Myo Thant Tun, pemandu yang mengajak Koran Jakarta menyusuri Shwedagon. Jika ingin memperoleh keberuntungan, pengunjung dapat mencuci kaki dan berdoa di tempat yang disesuaikan dengan tanggal lahir. Kegiatan itu bisa dilakukan setiap hari, mulai Senin sampai Minggu siang. “Jika sudah berdoa di sini, semua yang kita inginkan akan terkabul,” ujar Thant Tun.

Sayangnya, ruangan dalam Pagoda Shwedagon tidak bisa dikunjungi sembarang orang. Hanya orang-orang tertentu, seperti tamu kenegaraan dan orang-orang yang diberi mandat pemerintah, yang boleh menilik ruangan dalam pagoda tertua di Myanmar itu. Meski begitu, sensasi terhadap peninggalan Kerajaan Binnya U Bago itu tak berkurang. Kilau emas yang terpancar dari pagoda tersebut terasa memesona, tak hanya ketika siang hari, tetapi juga pada malam hari, manakala Shwedagon diterpa cahaya lampu.

Replika Shwedagon

Bagi wisatawan yang tidak bisa masuk ke Shwedagon, tidak perlu khawatir. Pasalnya, mereka bisa melihat replikanya, yakni Uppatasanti pagoda. Pemerintah Myanmar sengaja membuat Uppatasanti pada 2006 serupa dengan Shwedagon. Sayangnya, untuk mencapai ke Uppatasanti terbilang melelahkan. Pengunjung harus terbang selama satu jam ke Ibu Kota Myanmar yang baru, yakni Nay Pyi Taw, atau berkendara selama enam jam.

Berbeda dengan Yangon, akses jalan di Nay Pyi Taw lebih mudah. Tanpa diadang kemacetan, Uppatasanti dapat dicapai hanya dalam waktu 20 sampai 30 menit dengan berkendara dari pusat kota. Tidak seperti di Shwedagon yang mewajibkan setiap orang membayar 8,5 dollar AS, di Uppatasanti, donasi atau sumbangan disesuaikan dengan kantong pengunjung.

Di Uppatasanti, pengunjung juga dapat menikmati kilau emas yang tidak berbeda jauh dengan pemandangan di Shwedagon. Jika ruangan dalam Shwedagon tertutup untuk umum, di Uppatasanti pengunjung diperbolehkan masuk ke ruangan pagoda. Selain warna emas yang menghiasi setiap sudut dinding, pilar penyangga bangunan, serta langit-langit pagoda yang cukup membelalakkan mata, di dalam pagoda tampak tiang raksasa yang menjadi jantung pertahanan kokohnya bangunan tersebut. Tiang itu diselingi beberapa pilar lain di dalamnya.

Menarik pula pemandangan patung Buddha dengan singgasana berlapis emas di tengah tiang besar itu. Di situlah umat Buddha berdoa demi keselamatan dan kesejahteraan. “Kami berdoa untuk berbagai hal,” ucap Ashin Kelar Tha, biksu Buddha dengan bahasa Inggris yang terbata-bata.

Selain dua pagoda itu, ada pagoda yang lebih menakjubkan yang dapat dilihat di Bagan. Daerah di Mandalay itu dapat ditempuh selama lima jam perjalanan dari Nay Pyi Taw. Di tempat itu, ribuan pagoda berderet berjajar. Saat Matahari terbit atau terbenam menjadi pemandangan paling fantastis menyaksikan pagoda-pagoda itu berdiri gagah di antara semilir angin yang menerpa pepohonan. “Fantastis, meski dinginnya luar biasa, tak bisa diungkapkan dengan kata-kata pemandangannya,” ucap Ira Wardhana, jurnalis asal Jakarta yang sempat menyaksikan keindahan ribuan pagoda di Bagan.


Perjalananku...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bumi Itu Bentuknya Jajaran Genjang! (Sebuah cerita segar)

"Bumi itu datar!" katanya dengan mantap. Kami semua terdiam. Saling menatap mendengar pernyataannya. Sedangkan gw membenamkan wajah di balik  layar komputer. Menahan ketawa agar tidak pecah. Gw terkejut. Itu pasti. Ternyata ada beberapa orang yang gw kenal meyakini betul bumi itu datar. "Ada penjelasannya ga bumi itu datar? Karena selama ini gw taunya bumi itu bulat," cetus seorang kawan dengan wajah yang coba diperlihatkan serius. "Ini semua dasarnya karena keyakinan gw. Dari pelajaran yang gw peroleh ya seperti itu," tegas dia. Kami masih terpaku dengan jawabannya. Bukan terpukau tapi merasa aneh dan mulai tergelitik untuk menanyakan lebih jauh dasar keyakinannya itu. "Ada ceritanya dari balik keyakinan lo itu," tanya seorang kawan lagi. "Jadi gini, dulu ada seorang yang berjalan sampai ujung bumi. Mentok di kutub dan ga bisa lagi. Itu ujung bumi," terang dia. "Ujung bumi itu di kutub?," cetus gw. "Iya dari situ orang...

Ini Kisah Maria Londa, dalam Wawancara Desember 2013

Maria Londa Tidak Suka Berlari Tak berhenti berharap dan berdoa menjadi modal Maria Natalia Londa memperbaiki prestasi di pentas SEA Games. Maria Natalia Londa tak pernah berpikir menekuni dunia atletik, terutama lompat jangkit dan lompat jauh. Maria kecil hanya suka menyaksikan I Ketut Pageh berlatih bersama anak asuhnya di sebuah lapangan di Denpasar, Bali. Sering bertemu itu, I Ketut Pageh mulai membujuk rayu Maria untuk menekuni dunia atletik. Sekali lagi, ketertarikan itu belum terlintas dipikiran Maria. Namun, pelatih yang sudah malang melintang di dunia atletik itu tidak menyerah. Rayuan kembali dia layangkan untuk Maria. Dan, Maria pun luluh. Aksi coba-coba dilakukan Maria. Anehnya, terjun di dunia atletik, Maria tidak suka berlari, karenanya dia tidak berminat menjadi atlet nomor lari. Dia pun mulai melirik nomor lompat. “Satu hal yang membuat saya lebih memilih nomor lompatan, karena saya tidak suka berlari,” kata Maria membuka rahasia kecilnya saat berbincang deng...

AirAsia aircraft flight QZ8501 HAVE FOUNDED

Indonesian National Save and Rescue (SAR) have founded AirAsia flight QZ8501 plane in Karimata straits, Pangkalan Bun, Middle Borneo. They founded six dead bodies and emergency exit a plane.  "The location was 15-20 km to the east at the last point AirAsia detected in Karimata Strait , " explained Pangkoops I Marsma Dwi Putranto in Pangkalan Bun , Tuesday ( 12/30/2014 ). Based on the location , area of ​​sightings of these objects were around Gulf Air Hitam . The appearance of objects suspected of objects belonging to AirAsia plane QZ8510 occurred around 11:00 , after approximately five hours for aircraft conducting searches inland , coastal , and ocean in the southern part of Borneo island. Dirops Basarnas Supriyadi, who ensuring body, told reporter in Pangkalan Bun, he watch three body floating in the sea. Supriyadi together members helicopter ride to check the floating body reportedly based on reports CN235 aircraft are photographing objects suspected...