"Bumi itu datar!" katanya dengan mantap.
Kami semua terdiam. Saling menatap mendengar pernyataannya. Sedangkan gw membenamkan wajah di balik layar komputer. Menahan ketawa agar tidak pecah.
Gw terkejut. Itu pasti. Ternyata ada beberapa orang yang gw kenal meyakini betul bumi itu datar.
"Ada penjelasannya ga bumi itu datar? Karena selama ini gw taunya bumi itu bulat," cetus seorang kawan dengan wajah yang coba diperlihatkan serius.
"Ini semua dasarnya karena keyakinan gw. Dari pelajaran yang gw peroleh ya seperti itu," tegas dia.
Kami masih terpaku dengan jawabannya. Bukan terpukau tapi merasa aneh dan mulai tergelitik untuk menanyakan lebih jauh dasar keyakinannya itu.
"Ada ceritanya dari balik keyakinan lo itu," tanya seorang kawan lagi.
"Jadi gini, dulu ada seorang yang berjalan sampai ujung bumi. Mentok di kutub dan ga bisa lagi. Itu ujung bumi," terang dia.
"Ujung bumi itu di kutub?," cetus gw.
"Iya dari situ orang ga bisa lagi jalan kemana-mana!" terangnya.
Dia mulai menerangkan bumi menurut keyakinan dan versinya. Bumi itu kata dia datar karena kalau bulat, orang itu bisa tumpah dan jatuh.
Matahari itu berputar dari bawah ke atas. Jadi, bumi sebagai poros. Begitu juga perputaran bulan.
Gw masih menahan senyum, sambil melemparkan sedikit celotehan. "Kalau di atas isinya manusia, kalau emang datar, di bawah bumi apaan isinya? Akar pohon?"
"Trus kalau datar, kita bisa jatuh dong, kalau tiba-tiba gak tau itu ujung bumi dan terpeleset!"
Akhirnya tawa kami lepas. Tak tahan rasanya mendengar begitu gamblang penjelasannya. Penjelasan yang jauh dari perkiraan kami.
Gw mencoba menanyakan tentang terjadinya siang dan malam, kalau memang bumi itu datar.
"Asia dan Amerika itu kalau di dalam peta bersebelahan. Gimana bisa, di Indonesia, Jepang dan Korea siang, di Amerika itu malam?"
Jawabannya cukup mengecoh. Dia menganalogikannya seperti ini.
"Tau lampu di ruangan kan? Ya seperti inilah," katanya sambil menunjuk sebuah lampu.
"Liat kan, ga semua cahaya lampu menyorot ruangan ini. Tuh di situ gelap," jelasnya mantap.
Perumpaannya kalau itu lampu masuk akal. Tapi, ini matahari yang cahayanya jutaan kali lebih besar. Bagaimana jika matahari tepat berada di samudera Pasifik, seharusnya Jepang dan Amerika sama-sama siang. Bukan begitu sob?
Kami menjelaskan soal terjadinya siang dan malam versi ilmu pengetahuan yang pernah kami raih di bangku sekolah dan tentu saja dari literatur yang ada. Dia bergeming dengan keyakinannya meski kami menjelaskan.
Kita semua mulai berhati-hati berbincang dengan dia, karena dia terus menyinggung, ini soal keyakinan. Gw mencairkan dengan sebuah kalimat.
"Bro, kita bicara jangan soal keyakinanlah! Soal pengetahuan aja, itu lebih mudah untuk kita bisa bicara, bumi itu datar apa bulat."
"Gw emang belum pernah keluar angkasa. Gak bisa liat langsung bentuk bumi. Tapi, gw yakin yang namanya ilmu pengetahuan itu gak bohong. Setau gw sih bulat," ujar gw.
"Pasti karena lo termakan sama propaganda Amerika. Mereka itu bohong," ungkap dia.
Kali ini, gw tertawa terbahak-bahak. Bukan soal pernyataannya soal bumi, tapi tentang propaganda.
"Bro! Yang pernah keluar angkasa bukan Amerika aja. Ga usah pake bawa-bawa si Rika. Rusia sama China aja yang musuhnya si Amrik dah pernah kesono noh."
"Kalau dari foto-fotonya sih bulat. Belum ada yang gambarnya datar!"
Dengan nada masih yakin 100 persen, dia balik bertanya kepada kami.
"Kalau emang bulat, kenapa manusia ga jatuh? Kalau memang bumi bulat bagaimana siang dan malam? Di ujung bumi itu (kutub) tidak bisa dilewati," tanya dia.
Seorang kawan mulai menerangkan. "Bro, pernah sekolah kan. Tau adanya gravitasi bumi. Itu lho yang bedain bumi sama luar angkasa. Kalau lo jatuh di bumi, bunyinya pasti gedebuk. Karena dah pasti jatuh ke bawah ga ke atas," penjelasan renyah bernada santai seorang ahli programer jebolan negeri Kanguru.
"Nah, kalo di luar angkasa gak ada gravitasi bro. Walaupun lo turun dari pesawat luar angkasa ga bakal jatuh. Tapi, melayang. Di sana ga ada gravitasi!"
"Kalau lo tanya kok bisa ada gravitasi? Itu mah sama aja lo nanya Tuhan ada apa gak? Gw gak bisa jelasin soal itu, ilmu gw gak nyampe."
Dengan nada semakin santai, pria bertubuh gempal ini menjelaskan soal rotasi bumi. Pergerakan yang membuat terjadinya siang dan malam di planet yang menjadi bagian dari Galaksi Bima Sakti ini. Bumi berputar di porosnya, dan matahari tegak berdiri dari kejauhan yang berjarak jutaan tahun cahaya.
Dia juga bertutur, tentang pengalamannya menanyakan soal kutub utara. Dari seorang saudaranya yang bekerja sebagai pilot KLM, dia pernah menanyakan, kenapa pesawat sulit lewat gugusan pulau salju itu?
Ini penjelasannya. Di masa lalu, dimana teknologi tak canggih seperti sekarang sulit bagi pesawat manapun bisa membaca arah dengan cuaca yang bisa berubah dalam hitungan detik di kutub. Namun, adanya GPS dan teknologi pendukung lainnya, daerah kutub tak lagi seanker dulu.
"Meski tetap ada catatan." Katanya melanjutkan perbincangan. "Saudara gw bilang, ada waktu-waktu tertentu di daerah kutub tidak bisa dilewati. Ada medan magnet atau elektromagnetik seperti itu yang bisa menganggu sistem pesawat terbang."
Sambil menjelaskan, seorang kawan menunjukkan artikel-artikel yang menunjukkan bumi itu bulat. Dan menunjukkan perbedaan arti kalimat-kalimat yang selama ini dia yakini sebagai penunjuk bumi itu datar. Yakni kata 'hamparan' dari sebuah ayat.
Kepercayaan kawan yang meyakini bumi itu datar mulai goyah dengan diskusi itu. Dia hanya berkilah,"Kalian semua belajar di sekolah biasa, saya tahu soal ini dari pesantren. Saya yakin dengan yang diajarkan kepada saya. Tapi, kalau sekarang, tahu deh."
"Apapun yang jadi keyakinan lo! Jangan berpikir kami sedang menyerang apa yang lo yakini, tapi mungkin sedikit meluruskan dari sudut pengetahuan. Ya, mungkin pernyataan lo bumi itu datar bisa buat lo langsung ditertawakan orang," cetus seorang kawan.
"Eh...gw tuh berpikir bumi itu berbentuk jajaran genjang lho," seloroh si gempal memecah suasana kembali menjadi riang di ujung perbincangan.
Kami semua terdiam. Saling menatap mendengar pernyataannya. Sedangkan gw membenamkan wajah di balik layar komputer. Menahan ketawa agar tidak pecah.
Gw terkejut. Itu pasti. Ternyata ada beberapa orang yang gw kenal meyakini betul bumi itu datar.
"Ada penjelasannya ga bumi itu datar? Karena selama ini gw taunya bumi itu bulat," cetus seorang kawan dengan wajah yang coba diperlihatkan serius.
"Ini semua dasarnya karena keyakinan gw. Dari pelajaran yang gw peroleh ya seperti itu," tegas dia.
Kami masih terpaku dengan jawabannya. Bukan terpukau tapi merasa aneh dan mulai tergelitik untuk menanyakan lebih jauh dasar keyakinannya itu.
"Ada ceritanya dari balik keyakinan lo itu," tanya seorang kawan lagi.
"Jadi gini, dulu ada seorang yang berjalan sampai ujung bumi. Mentok di kutub dan ga bisa lagi. Itu ujung bumi," terang dia.
"Ujung bumi itu di kutub?," cetus gw.
"Iya dari situ orang ga bisa lagi jalan kemana-mana!" terangnya.
Dia mulai menerangkan bumi menurut keyakinan dan versinya. Bumi itu kata dia datar karena kalau bulat, orang itu bisa tumpah dan jatuh.
Matahari itu berputar dari bawah ke atas. Jadi, bumi sebagai poros. Begitu juga perputaran bulan.
Gw masih menahan senyum, sambil melemparkan sedikit celotehan. "Kalau di atas isinya manusia, kalau emang datar, di bawah bumi apaan isinya? Akar pohon?"
"Trus kalau datar, kita bisa jatuh dong, kalau tiba-tiba gak tau itu ujung bumi dan terpeleset!"
Akhirnya tawa kami lepas. Tak tahan rasanya mendengar begitu gamblang penjelasannya. Penjelasan yang jauh dari perkiraan kami.
Gw mencoba menanyakan tentang terjadinya siang dan malam, kalau memang bumi itu datar.
"Asia dan Amerika itu kalau di dalam peta bersebelahan. Gimana bisa, di Indonesia, Jepang dan Korea siang, di Amerika itu malam?"
Jawabannya cukup mengecoh. Dia menganalogikannya seperti ini.
"Tau lampu di ruangan kan? Ya seperti inilah," katanya sambil menunjuk sebuah lampu.
"Liat kan, ga semua cahaya lampu menyorot ruangan ini. Tuh di situ gelap," jelasnya mantap.
Perumpaannya kalau itu lampu masuk akal. Tapi, ini matahari yang cahayanya jutaan kali lebih besar. Bagaimana jika matahari tepat berada di samudera Pasifik, seharusnya Jepang dan Amerika sama-sama siang. Bukan begitu sob?
Kami menjelaskan soal terjadinya siang dan malam versi ilmu pengetahuan yang pernah kami raih di bangku sekolah dan tentu saja dari literatur yang ada. Dia bergeming dengan keyakinannya meski kami menjelaskan.
Kita semua mulai berhati-hati berbincang dengan dia, karena dia terus menyinggung, ini soal keyakinan. Gw mencairkan dengan sebuah kalimat.
"Bro, kita bicara jangan soal keyakinanlah! Soal pengetahuan aja, itu lebih mudah untuk kita bisa bicara, bumi itu datar apa bulat."
"Gw emang belum pernah keluar angkasa. Gak bisa liat langsung bentuk bumi. Tapi, gw yakin yang namanya ilmu pengetahuan itu gak bohong. Setau gw sih bulat," ujar gw.
"Pasti karena lo termakan sama propaganda Amerika. Mereka itu bohong," ungkap dia.
Kali ini, gw tertawa terbahak-bahak. Bukan soal pernyataannya soal bumi, tapi tentang propaganda.
"Bro! Yang pernah keluar angkasa bukan Amerika aja. Ga usah pake bawa-bawa si Rika. Rusia sama China aja yang musuhnya si Amrik dah pernah kesono noh."
"Kalau dari foto-fotonya sih bulat. Belum ada yang gambarnya datar!"
Dengan nada masih yakin 100 persen, dia balik bertanya kepada kami.
"Kalau emang bulat, kenapa manusia ga jatuh? Kalau memang bumi bulat bagaimana siang dan malam? Di ujung bumi itu (kutub) tidak bisa dilewati," tanya dia.
Seorang kawan mulai menerangkan. "Bro, pernah sekolah kan. Tau adanya gravitasi bumi. Itu lho yang bedain bumi sama luar angkasa. Kalau lo jatuh di bumi, bunyinya pasti gedebuk. Karena dah pasti jatuh ke bawah ga ke atas," penjelasan renyah bernada santai seorang ahli programer jebolan negeri Kanguru.
"Nah, kalo di luar angkasa gak ada gravitasi bro. Walaupun lo turun dari pesawat luar angkasa ga bakal jatuh. Tapi, melayang. Di sana ga ada gravitasi!"
"Kalau lo tanya kok bisa ada gravitasi? Itu mah sama aja lo nanya Tuhan ada apa gak? Gw gak bisa jelasin soal itu, ilmu gw gak nyampe."
Dengan nada semakin santai, pria bertubuh gempal ini menjelaskan soal rotasi bumi. Pergerakan yang membuat terjadinya siang dan malam di planet yang menjadi bagian dari Galaksi Bima Sakti ini. Bumi berputar di porosnya, dan matahari tegak berdiri dari kejauhan yang berjarak jutaan tahun cahaya.
Dia juga bertutur, tentang pengalamannya menanyakan soal kutub utara. Dari seorang saudaranya yang bekerja sebagai pilot KLM, dia pernah menanyakan, kenapa pesawat sulit lewat gugusan pulau salju itu?
Ini penjelasannya. Di masa lalu, dimana teknologi tak canggih seperti sekarang sulit bagi pesawat manapun bisa membaca arah dengan cuaca yang bisa berubah dalam hitungan detik di kutub. Namun, adanya GPS dan teknologi pendukung lainnya, daerah kutub tak lagi seanker dulu.
"Meski tetap ada catatan." Katanya melanjutkan perbincangan. "Saudara gw bilang, ada waktu-waktu tertentu di daerah kutub tidak bisa dilewati. Ada medan magnet atau elektromagnetik seperti itu yang bisa menganggu sistem pesawat terbang."
Sambil menjelaskan, seorang kawan menunjukkan artikel-artikel yang menunjukkan bumi itu bulat. Dan menunjukkan perbedaan arti kalimat-kalimat yang selama ini dia yakini sebagai penunjuk bumi itu datar. Yakni kata 'hamparan' dari sebuah ayat.
Kepercayaan kawan yang meyakini bumi itu datar mulai goyah dengan diskusi itu. Dia hanya berkilah,"Kalian semua belajar di sekolah biasa, saya tahu soal ini dari pesantren. Saya yakin dengan yang diajarkan kepada saya. Tapi, kalau sekarang, tahu deh."
"Apapun yang jadi keyakinan lo! Jangan berpikir kami sedang menyerang apa yang lo yakini, tapi mungkin sedikit meluruskan dari sudut pengetahuan. Ya, mungkin pernyataan lo bumi itu datar bisa buat lo langsung ditertawakan orang," cetus seorang kawan.
"Eh...gw tuh berpikir bumi itu berbentuk jajaran genjang lho," seloroh si gempal memecah suasana kembali menjadi riang di ujung perbincangan.
Komentar
Posting Komentar