Lama aku tak pernah bercerita sama makku. Aku pendam semua dalam hati dan dalam diri, biar dia hanya tahu aku masih kuat, aku masih tangguh, seperti yang selalu dia tahu soal anaknya.
Mak, hari ini, bertanya banyak hal. Soal pekerjaan, soal usahaku yang selama dua minggu aku telantarkan karena otakku yang mampet.
Dalam dua minggu, aku hanya banyak diam. Tak ada banyak kata meluncur dari bibirku, meski mak selalu bertanya. Aku memilih tidur dan masuk kamar, untuk memikirkan apa yang aku alami dan apa yang terjadi.
Pekerjaan, dia bertanya lagi. Aku bilang semua baik-baik saja. Tidak ada masalah, hanya hari ini, Minggu (1/7), memang sudah biasa, aku harus menghadapi dua halaman untuk mengisinya. Hal yang sudah menjadi kebiasaan yang cukup melelahkan.
Aku menyerah dengan runtutan pertanyaan di meja makan itu. Dia menanyakan soal hubunganku, aku tak menjawab. Hanya air mata yang menetes. Aku tak bercerita soal ini, tapi dia sudah tahu arti air mata itu. Dia mendekat dan aku lihat matanya berkaca-kaca. "Kepalaku hanya mau pecah mak, dengan semua yang terjadi beruntun dari hidupku."
Kasihan kau! Itu yang meluncur dari mulut makku. Bunda yang begitu mengasihiku selama lebih dari 30 tahun, yang memapahku, yang mengasihiku, meski darah kami jelas berbeda.
Dia tahu persis perjuanganku untuk yang satu itu. Mak bisa bantu apa? Gak ada...biarlah mak...biar Tuhan yang menuntun anakmu. Smoga kamu kuat...
Mak, hari ini, bertanya banyak hal. Soal pekerjaan, soal usahaku yang selama dua minggu aku telantarkan karena otakku yang mampet.
Dalam dua minggu, aku hanya banyak diam. Tak ada banyak kata meluncur dari bibirku, meski mak selalu bertanya. Aku memilih tidur dan masuk kamar, untuk memikirkan apa yang aku alami dan apa yang terjadi.
Pekerjaan, dia bertanya lagi. Aku bilang semua baik-baik saja. Tidak ada masalah, hanya hari ini, Minggu (1/7), memang sudah biasa, aku harus menghadapi dua halaman untuk mengisinya. Hal yang sudah menjadi kebiasaan yang cukup melelahkan.
Aku menyerah dengan runtutan pertanyaan di meja makan itu. Dia menanyakan soal hubunganku, aku tak menjawab. Hanya air mata yang menetes. Aku tak bercerita soal ini, tapi dia sudah tahu arti air mata itu. Dia mendekat dan aku lihat matanya berkaca-kaca. "Kepalaku hanya mau pecah mak, dengan semua yang terjadi beruntun dari hidupku."
Kasihan kau! Itu yang meluncur dari mulut makku. Bunda yang begitu mengasihiku selama lebih dari 30 tahun, yang memapahku, yang mengasihiku, meski darah kami jelas berbeda.
Dia tahu persis perjuanganku untuk yang satu itu. Mak bisa bantu apa? Gak ada...biarlah mak...biar Tuhan yang menuntun anakmu. Smoga kamu kuat...
Komentar
Posting Komentar