Langsung ke konten utama

Cinta yang Terkoyak

Siang itu, aku bertemu kamu. Berharap pertolongan kamu, agar aku menyusul kekasihku, dadeks, yang ingin terbang pulang ke kampungnya. Tapi, kau dengan tegas bilang, untuk apa mengantar dia yang sering menyakiti.

Entah, apa yang membuatku tak bergerak. Aku hanya duduk, tanpa berusaha mengejarnya. Walau aku pun merasakan, akan ada kesia-siaan, karena dia tak hanya ingin pergi meninggalkan Jakarta, tapi juga aku. Aku hanya bisa menangis, karena aku tahu inilah awal sebenarnya luka aku.

Sampai malam, aku berada disampingmu. Nyaman, ya, aku merasa terlindungi disaat rasa sakit itu mulai terasa. Aku tak pernah bisa membaca pikiranmu, karena aku sering berpikir, tubuh dan jiwamu tak berada di satu tempat. Kenapa? Aku tak pernah tahu.

Sejak saat itu, kita dekat, tanpa ada ikatan. Dekat sebagai teman. Saling menghibur, saling mengisi, bercerita, tertawa, hingga menjelajah hingga ke tepian Jawa. Tak ada apapun yang terjadi, hanya rasa hormat dan saling menghargai. Karena, aku tahu kamu memiliki seseorang disana yang selalu menantimu.

Kamu jadi sahabatku. Kau ada ketika persahabatanku terkoyak karena ada yang berusaha sembunyi dari aku. Kamu bisa menenangkanku. Kau juga yang hadir dari malam hingga subuh hari, menemaniku disamping jenazah ibu kandungku.

Perjalanan waktu tak bisa dielakkan, kalau memang aku sayang. Tapi, aku sadar tak mungkin merebutmu dari orang lain yang sudah memilikimu bertahun-tahun. Aku hanya dapat menunggu sampai suatu saat, Tuhan mendengar doaku. Jahat, mungkin, tapi aku sendiri tak bisa menampik rasa sayang.

Tiba-tiba, saat itu datang. Mungkin setahun lalu. Aku tahu kita sering sms, tapi hanya sekadar say hello atau cerita, meski ujung dari situasi ini kita tahu, ribut. Namun sms mu malam itu berbeda. Kau sudah lepas darinya, dan ingin memulai hal baru. Kau nanya, apakah aku masih sayang? Awalnya aku diam, kami terus berkirim pesan, tapi malam itu berakhir seperti yang lalu-lalu, ribut.

Tapi, akhirnya kami mencoba. Awalnya tanpa status, hingga embel-embel pacaran aku dapatkan. Tapi, ada yang hilang, sahabatku yang dulu dengan mudah bercerita dan bertutur tentang hidupnya, tak pernah lagi terbuka. Dia lebih banyak diam. Aku coba mencari tahu, tapi seperti menyibak awan hitam yang tak berkesudahan, aku tak menemukan jawaban.

Ternyata semua terbuka. Aku hanya titik dari bagian kisahnya. Cinta yang ada dalam diriku, ternyata hanya milikku sendiri. Cintanya masih sama orang lain, dan itu bukan aku. Aku kehilangan semua, terutama sahabatku.



tya marenka
















Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bumi Itu Bentuknya Jajaran Genjang! (Sebuah cerita segar)

"Bumi itu datar!" katanya dengan mantap. Kami semua terdiam. Saling menatap mendengar pernyataannya. Sedangkan gw membenamkan wajah di balik  layar komputer. Menahan ketawa agar tidak pecah. Gw terkejut. Itu pasti. Ternyata ada beberapa orang yang gw kenal meyakini betul bumi itu datar. "Ada penjelasannya ga bumi itu datar? Karena selama ini gw taunya bumi itu bulat," cetus seorang kawan dengan wajah yang coba diperlihatkan serius. "Ini semua dasarnya karena keyakinan gw. Dari pelajaran yang gw peroleh ya seperti itu," tegas dia. Kami masih terpaku dengan jawabannya. Bukan terpukau tapi merasa aneh dan mulai tergelitik untuk menanyakan lebih jauh dasar keyakinannya itu. "Ada ceritanya dari balik keyakinan lo itu," tanya seorang kawan lagi. "Jadi gini, dulu ada seorang yang berjalan sampai ujung bumi. Mentok di kutub dan ga bisa lagi. Itu ujung bumi," terang dia. "Ujung bumi itu di kutub?," cetus gw. "Iya dari situ orang...

Kilau Pesona Negeri “Seribu Pagoda”

Di sisi bangunan teratas, terdapat lukisan dan relief-relief yang menggambarkan perjalanan hidup Buddha.  Bagi Anda yang ingin berwisata religi, tidak salah jika memilih Myanmar sebagai tujuan. Di sana, banyak dijumpai pagoda nan megah dan berkilau yang mengundang decak kagum. Negeri “Seribu Pagoda”, begitu sebutan populer Myanmar yang biasa disematkan masyarakat Indonesia. Sebutan itu memang relevan jika melihat banyaknya pagoda yang tersebar di seluruh penjuru negara yang dulu bernama Burma itu. Dengan populasi pemeluk agama Buddha yang mencapai 80 persen dari total penduduknya yang mencapai 61 juta orang, rasanya bukan hal mengherankan jika di Myanmar banyak dijumpai pagoda megah nan indah, tempat beribadah umat Buddha. Sejarah panjang mengiringi pendirian pagoda-pagoda tersebut. Tak heran, jika usia pagoda-pagoda di Myanmar bukan saja ratusan tahun, melainkan hingga mencapai ribuan tahun. Salah satu kota yang memiliki banyak pagoda adalah Yangon. Di sana terdapat sat...

Ini Kisah Maria Londa, dalam Wawancara Desember 2013

Maria Londa Tidak Suka Berlari Tak berhenti berharap dan berdoa menjadi modal Maria Natalia Londa memperbaiki prestasi di pentas SEA Games. Maria Natalia Londa tak pernah berpikir menekuni dunia atletik, terutama lompat jangkit dan lompat jauh. Maria kecil hanya suka menyaksikan I Ketut Pageh berlatih bersama anak asuhnya di sebuah lapangan di Denpasar, Bali. Sering bertemu itu, I Ketut Pageh mulai membujuk rayu Maria untuk menekuni dunia atletik. Sekali lagi, ketertarikan itu belum terlintas dipikiran Maria. Namun, pelatih yang sudah malang melintang di dunia atletik itu tidak menyerah. Rayuan kembali dia layangkan untuk Maria. Dan, Maria pun luluh. Aksi coba-coba dilakukan Maria. Anehnya, terjun di dunia atletik, Maria tidak suka berlari, karenanya dia tidak berminat menjadi atlet nomor lari. Dia pun mulai melirik nomor lompat. “Satu hal yang membuat saya lebih memilih nomor lompatan, karena saya tidak suka berlari,” kata Maria membuka rahasia kecilnya saat berbincang deng...