Kebersamaan: Maria Sharapova (kedua dari kiri) bersama para bintang tenis Rusia lainnya, termasuk Dinara Safina (paling kanan).
Sukses dan berprestasi di negeri seberang tak melunturkan rasa kebangsaan petenis Maria Sharapova terhadap Rusia. Negeri Beruang Merah tetap menjadi cinta mati Sharapova meski sudah lama meninggalkan Rusia sejak masih belia.
Didalam hati Masha-begitu panggilan akrab Sharapova-, Rusia tetap menjadi nomor satu. Tak ada niat bagi dirinya untuk meninggalkan jejak sejarah negeri leluhurnya.
“Saya selalu menganggap diri saya orang Rusia, terutama saat saya harus ke luar negeri. Tak pernah terlintas dalam pikiran saya untuk pindah kewarganegaraan,” ucap Masha seperti dikuti Pravda.com.
Rasa nasionalisme Masha dalam beberapa tahun ini kerap menjadi pertanyaan. Lama tinggal di Amerika Serikat sejak usia tujuh tahun, ia selalu diragukan untuk tampil membawa nama Rusia.
Peristiwa itu berawal pada 2004, ketika tim Fed Cup Rusia membutuhkan tenaganya. Ditengah keberhasilannya meraih gelar pertama Grand Slam di Wimbledon, ternyata tak membuat petenis lainnya dalam tim Rusia setuju dengan kehadiran Masha.
Tentangan keras datang dari Anastasia Myskina. Ketika itu Myskina mengancam akan keluar dari tim Fed Cup jika Masha tetap bergabung dengan tim mereka. “Jika Sharapova bergabung dengan tim maka musim depan kalian tak melihat saya disana,” ungkap Myskina seperti tertulis di AFP.
Kesedihanpun melanda Masha. Keinginannya membela nama bangsa dan mimpinya untuk menyanyikan lagu kebangsaan dikancah internasional harus pupus dengan penolakan itu. Maklum, meski sederet gelar diraihnya, turnamen tenis hanya menyembulkan prestasi pribadi bukan nama negara. Sehingga tak ada lagu kebangsaan di setiap turnamen.
Penolakan ini tak membuat semangat Masha patah. Kesabaran dan cintanya yang tak lekang oleh waktu membuahkan hasil. Rusia akhirnya benar-benar membutuhkan tenaganya. Akhir 2005, nama Sharapova kembali masuk skuad. Sayang, jelang laga melawan Belgia pada 2006, cedera bahu membuatnya harus absen. Begitupun pada 2007, bayangan cedera terus membuat peraih tiga gelar Grand Slam ini melupakan ambisinya berlaga untuk negeri Balkan itu.
Beruntung pada Februari 2008, mengawali debutnya saat Rusia menghadapi Israel. Sayang sukses ini tak dapat diteruskan di semifinal dan final, karena cedera lagi-lagi menghambatnya.
Jelang Olimpiade pada Juni 2008, sahabaat Maria Kirilenko ini kembali ditunjuk untuk memakai seragam Rusia di Beijing. “Saya tak sabar dengan perjalanan ini. Olimpiade adalah prioritas saya sejak lama. Sejak saya tahu Olimpiade dari televisi dan sejak itu saya ingin pergi ke Moskwa dan melihat mereka tampil di final dan menang, lalu mendengarkan lagu kebangsaan,” kenang Masha.
Tapi, cedera kembali kambuh. Membuat Masha absen, dan hingga kini ia belum dapat mengibarkan bendera Rusia dan menyanyikan lagu kebangsaan Rusia.
Untuk Chernobyl
Tak hanya cintanya untuk Rusia. Dedikasi Masha untuk negaranya juga tak kalah tinggi. Masha tahu betul dengan kondisi tanah kelahirannya. Lahir di kota Nyagan sebelah selatan Siberia pada 19 April 1987 atau 22 tahun silam, kisah buruk di Chernobyl masih lekat dalam ingatan keluarganya.
Ledakan nuklir saat usianya baru setahun memporak porandakan asal usul nenek moyangnya. Hingga seluruh keluarganya harus berpencar untuk menyelamatkan diri. “Banyak keluargaku harus pindah tapi tak banyak yang tahu harus kemana,” ungkap Masha mengisahkan cerita itu.
Chernobyl yang terletak di Belarusia (ketika itu masih bergabung dengan Rusia) jadi kisah paling memilukan dijagad raya. Meski hanya puluhan orang yang meninggal langsung akibat ledakan itu. Namun 600 ribu nyawa terpapar radiasi hingga menderita kanker. Dari catatan 4 ribu diantaranya sudah merenggang nyawa.
Untuk menyelamatkan dan memulihkan kembali kenangan buruk itu, Masha memberikan bantuan untuk 12 anak-anak korban Chernobyl. Dana sebesar 210 ribu dollar AS atau 2,2 miliar rupiah diberikan kepada mereka untuk biaya kuliah di Belarusia. Dana ini diambil dari bantuan United Nations Development Programme (UNDP), dimana Masha sebagai dutanya. Serta dari koceknya sendiri melalui Maria Sharapova Foundation sebesar 100 ribu dollar AS atau 1 miliar rupiah.
“Selalu menjadi mimpiku untuk memberikan kontribusi membangun kembali wilayah itu dimana saya memiliki hubungan yang tak bisa dilepaskan. Keluarga saya berasal dari sana,” jelas Masha.
Sumbangsihnya dibidang kemanusiaan adalah segelintir keingginannya memberikan sesuatu untuk negaranya. Sebab dimasa depan, seiring kesuksesannya menjadi model dan bisnis di bidang fashion dan sejenisnya, Masha berniat mengembangkan usahanya ini ke Rusia.
Tak lama lagi niat Masha, seiring niatnya untuk pensiun dini mengikuti Justine Henin yang menggantung raketnya dalam usia 25 tahun. Berarti tinggal tiga tahun lagi, penganggum berat Uma Thurman ini bergelut dengan dunia tenis. O tya marenka
Bio Data
Nama lengkap : Maria Yuryevna Sharapova
Panggilan : Masha
Lahir : Nyagan, Uni Sovyet (Rusia) 19 April 1987
Ayah : Yuri Sharapov
Ibu : Yelena Sharapova
Hobi : Menulis dan membaca buku Sherlock Holmes dan Pippi Longstocking
Binatang kesayangan : Dol-chay (anjing)
Prestasi
Total Gelar : 19 gelar
Gelar Grand Slam : Australia Terbuka (2008), Wimbledon (2004) dan Amerika Terbuka (2006)
Penghargaan
2003 : Petenis Terbaik Pendatang Baru WTA
2004 : Petenis Terbaik WTA dan Petenis Tertinggi Performanya
2005 : Petenis Terbaik versi ESPY
Petenis Terbaik versi Federasi Tenis Rusia
Master Sports Rusia
Prix de Citron Roland Garros
2006 : Petenis Terbaik versi Federasi Tenis Rusia
2007 : Petenis Terbaik ESPY, Atlet Internasional Terbaik dan Paling populer
2008 : Atlet terbaik Januari 2008 versi akademi olahraga Amerika Serikat
Petenis terbaik versi ESPY
Komentar
Posting Komentar