Langsung ke konten utama

Tontowi Ahmad, Si Nakal yang Mendunia

Dari atlet lokal di desa Selandaka, Sumpiuh, Banyumas, Tontowi Ahmad kini menjadi atlet kelas dunia yang bisa meraih dua gelar All England di Birmingham, Inggris.

Muhammad Husni Muzaitun tak pernah berpikir anak bungsunya, Tontowi Ahmad bisa mendunia. Sedari kecil, Husni, lebih fokus membina olahraga dua kakak Tontowi, Maria Uswatun Hasanah, dan Yahya Hasan yang memang lebih ulet berlatih untuk mewujudkan cita-citanya sebagai pebulu tangkis handal.

Owi, begitu panggilan akrab Tontowi, angin-anginan jika disuruh berlatih. Husni bahkan harus tarik otot untuk memaksa Owi untuk mengikuti jejak kakak-kakaknya, latihan.

Tapi, Husni memiliki cara jitu agar lulusan Madrasah Ibtidaiyah Selandaka itu mau berlatih. Dia mengeluarkan uang sebesar lima ribu rupiah. 

"Dulu, Owi kalau mau latihan harus saya 'tampoki'. Kalau tidak ada uangnya tidak mau latihan," tutur Husni dalam sebuah wawancara di Selandaka, Sumpiuh, Banyumas, beberapa waktu lalu.

Mantan kepala desa di Selandaka itu melatih anak-anaknya dengan keras, karena dia menyukai dunia bulu tangkis. Dia membayangkan jika suatu hari anaknya bisa mengharumnkan nama Indonesia.

Karena hasratnya itu, Husni membangun lapangan bulu tangkis di belakang Toko Bangunan Ragil miliknya, yang jaraknya sekitar tujuh kilometer dari tempat tinggal mereka. Saat memulai menggemblengnya, Owi ketika itu duduk di kelas tiga Sekolah Dasar, sedangkan Yahya, kakaknya kelas enam,

Husni melihat Yahya lebih rajin dan disiplin, karena itu dia berani mengirim anak tertuanya itu bergabung dengan Klub Pelita pimpinan Icuk Sugiarto di Jakarta. Tapi, baru dua minggu berlatih, Yahya sakit keras.

Harapan tinggal bertumpu pada Owi, karena Uswatun Hasanah sudah terlebih dahulu menyerah. Tapi kesabaran Husni membuahkan hasil, ketika Owi mulai berprestasi pada kelas satu SMP. Prestasinya itu membawa dia bergabung dengan Klub Argo Pantes di Tangerang dan kemudian dilirik Pusdiklat Gresik.

Di Gresik, Owi mulai menyerah. Meski sempat menjajal nomor tunggal putra, tapi dia sudah lebih kerasan bermain di nomor ganda. Di saat tanpa pasangan itu, pria kelahiran Banyumas, 18 Juli 1987 itu berniat pensiun dini.

“Di Gresik itu saya sempat memutuskan berhenti saja dari bulu tangkis karena tidak punya pasangan," kata Owi.

Tapi, kenyataan berkata lain. Owi yang sudah memasuki bangku kuliah mendapat tawaran dari PB Kudus, klub tempatnya kini bernaung. Ketajaman klub dari Kudus itu yang melihat bakat Owi, membuat dia ditarik.

“Saya ingat waktu itu pelatih ganda Deny Kantono menelepon saya, ‘mau nggak kamu bergabung ke PB Kudus?,” kenang Owi,

Sejak masuk PB Kudus, Owi lima kali gonta ganti pasangan sebelum akhirnya berduet dengan Liliyana Natsir, yang sebelumnya sudah menjadi juara dunia dua kali dan meraih medali perak Olimpiade bersama Nova Widianto.

“Liliyana adalah idola saya. Saya menganggumi dia saat bermain bersama Nova. Lagi pula banyak pemain yang lebih senior dari saya, seperti Muhammad Rijal dan Fran Kurniawan. Makanya saya terkejut,” tutur Owi.

Sejak dipasangkan dengan Butet, panggilan akrab Liliyana, nama Owi meroket tajam. Gelar demi gelar dari penjuru dunia direngkuhnya, hingga terakhir mengukir prestasi gemilang di Olimpiade Brasil 2016 dengan meraih medali emas. Tak hanya itu mereka mencatat rekor back to back dengan meraih gelar All England 2012 dan 2013.

Hobi Biliar

Selain bulu tangkis, ada satu hobi peraih tiga gelar Macau dan India Terbuka itu, dia menyukai olahraga biliar. Cabang olahraga ini menurutnya bisa melepaskan kepenatan dan menjadi hiburan yang membuatnya fresh.

“Saya memulai menyukai biliar waktu di Kudus. Waktu senggang kami menghabiskannya dengan bermain biliar. Waktu itu saya masuk ke klub pada 2003,” terang Owi.

Selain hobi dengan olahraga biliar, Owi senang menghabiskan waktu dengan nonton film. Dia menyukai film romantis seperti Ada Apa dengan Cinta dan Titanic.

Selain itu, Owi yang kini berambisi meraih gelar di Indonesia Terbuka Super Series 2013 yang dimulai 9 Juni nanti, senang melakukan wisata kuliner. Di antara semua makanan, dia kerap memburu masakan padang, steak dan spaghetti.


Biodata

Nama Lengkap: Tontowi Ahmad

Kelahiran: Banyumas, 18 Juli 1987

Nomor spesialis: Ganda Campuran

Anak ketiga dari tiga bersaudara

Prestasi 2013

Juara India Terbuka Super Series 2013 (Ganda Campuran)

Semifinalis Swiss Terbuka Grand Prix Gold 2013 (Ganda Campuran)

Juara All England Terbuka Super Series Premier 2013 (Ganda Campuran)

Prestasi 2012

Runner up  Indonesia Terbuka Super Series Premier  

Juara Yonex-Sunrise India Terbuka Super Series       

Juara Swiss Grand Prix Gold

Juara All England Super Series Premier  

Prestasi 2011

Juara Kumpoo Macau Terbuka Grand Prix Gold
Juara  Li Ning Singapura Terbuka

Yonex-Sunrise Malaysia Terbuka

Juara Yonex-Sunrise India Terbuka Super Series

Prestasi 2010

Juara Indonesia Grand Prix Gold     Indonesia  

Macau Terbuka Badminton Championships

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bumi Itu Bentuknya Jajaran Genjang! (Sebuah cerita segar)

"Bumi itu datar!" katanya dengan mantap. Kami semua terdiam. Saling menatap mendengar pernyataannya. Sedangkan gw membenamkan wajah di balik  layar komputer. Menahan ketawa agar tidak pecah. Gw terkejut. Itu pasti. Ternyata ada beberapa orang yang gw kenal meyakini betul bumi itu datar. "Ada penjelasannya ga bumi itu datar? Karena selama ini gw taunya bumi itu bulat," cetus seorang kawan dengan wajah yang coba diperlihatkan serius. "Ini semua dasarnya karena keyakinan gw. Dari pelajaran yang gw peroleh ya seperti itu," tegas dia. Kami masih terpaku dengan jawabannya. Bukan terpukau tapi merasa aneh dan mulai tergelitik untuk menanyakan lebih jauh dasar keyakinannya itu. "Ada ceritanya dari balik keyakinan lo itu," tanya seorang kawan lagi. "Jadi gini, dulu ada seorang yang berjalan sampai ujung bumi. Mentok di kutub dan ga bisa lagi. Itu ujung bumi," terang dia. "Ujung bumi itu di kutub?," cetus gw. "Iya dari situ orang...

Ini Kisah Maria Londa, dalam Wawancara Desember 2013

Maria Londa Tidak Suka Berlari Tak berhenti berharap dan berdoa menjadi modal Maria Natalia Londa memperbaiki prestasi di pentas SEA Games. Maria Natalia Londa tak pernah berpikir menekuni dunia atletik, terutama lompat jangkit dan lompat jauh. Maria kecil hanya suka menyaksikan I Ketut Pageh berlatih bersama anak asuhnya di sebuah lapangan di Denpasar, Bali. Sering bertemu itu, I Ketut Pageh mulai membujuk rayu Maria untuk menekuni dunia atletik. Sekali lagi, ketertarikan itu belum terlintas dipikiran Maria. Namun, pelatih yang sudah malang melintang di dunia atletik itu tidak menyerah. Rayuan kembali dia layangkan untuk Maria. Dan, Maria pun luluh. Aksi coba-coba dilakukan Maria. Anehnya, terjun di dunia atletik, Maria tidak suka berlari, karenanya dia tidak berminat menjadi atlet nomor lari. Dia pun mulai melirik nomor lompat. “Satu hal yang membuat saya lebih memilih nomor lompatan, karena saya tidak suka berlari,” kata Maria membuka rahasia kecilnya saat berbincang deng...

AirAsia aircraft flight QZ8501 HAVE FOUNDED

Indonesian National Save and Rescue (SAR) have founded AirAsia flight QZ8501 plane in Karimata straits, Pangkalan Bun, Middle Borneo. They founded six dead bodies and emergency exit a plane.  "The location was 15-20 km to the east at the last point AirAsia detected in Karimata Strait , " explained Pangkoops I Marsma Dwi Putranto in Pangkalan Bun , Tuesday ( 12/30/2014 ). Based on the location , area of ​​sightings of these objects were around Gulf Air Hitam . The appearance of objects suspected of objects belonging to AirAsia plane QZ8510 occurred around 11:00 , after approximately five hours for aircraft conducting searches inland , coastal , and ocean in the southern part of Borneo island. Dirops Basarnas Supriyadi, who ensuring body, told reporter in Pangkalan Bun, he watch three body floating in the sea. Supriyadi together members helicopter ride to check the floating body reportedly based on reports CN235 aircraft are photographing objects suspected...