Langsung ke konten utama

Prestasi Demi Keluarga

Eko Yuli Irawan

Prestasi Demi Keluarga
AFP
Eko Yuli Irawan kembali mengibarkan bendera "Merah Putih" di ajang Olimpiade. Setelah sukses mempersembahkan medali perunggu empat tahun lalu di Beijing, China, lifter kelahiran Lampung 24 Juli 1989 itu kembali mempersembahkan medali yang sama di kelas 62 kilogram di Excel, London, Selasa (31/7) dini hari WIB.

Perunggu diraih Eko setelah membukukan total angkatan 317 kg dengan angkatan snatch 145 kg dan clean and jerk 172 kg. Total angkatan Eko sebenarnya sama dengan peraih perak atlet Kolombia, Oscar Albeiro Figueroa, (snatch 140 kg dan clean and jerk 177 kg), namun karena Eko lebih berat 13 gram, Figuero yang berhak meraih medali itu. Medali emas diraih lifter Korea Utara, Kim Un Guk, yang mencatat total angkatan 327 kg (snatch 153 kg) dan (clean and jerk 174 kg).

Eko yang setahun lalu dibebat cedera tulang kering sempat tegang saat menyaksikan atlet China Zhang Jie. Maklum, jika Zhang berhasil mengangkat 178 kg, medali perunggu lepas dari tangannya. Beruntung Zhang gagal, Eko pun langsung menghambur ke pelukan para pelatihnya dengan mata berkaca-kaca.

Medali perunggu yang diraih di London dipersembahkan Eko untuk keluarganya, sekaligus untuk anak pertama dari perkawinannya dengan lifter Masitah. "Ini juga hadiah untuk anak saya yang diperkirakan akan lahir dua minggu mendatang, juga hadiah ulang tahun saya," kata Eko.

Keluarga bagi Eko merupakan segalanya. Langkah Eko terjun di dunia angkat besi karena keinginannya mengangkat kehidupan ekonomi keluarga. Terlahir dari seorang ayah yang hanya pengayuh becak dan ibu seorang penjual sayur, dia berpikir keras untuk mengubah nasib keluarganya.

Ketika masih kecil, Eko rela membantu orang tuanya menjadi penggembala kambing tetangganya setiap hari. Dari hasil menggembala ini, Eko hanya mendapat upah jika kambing tuannya melahirkan anak. Jika ada dua, Eko mendapat jatah satu kambing, begitu seterusnya. Kambing-kambing ini masih ada hingga 2001 meski Eko sudah berkiprah di kejuaraan nasional angkat besi sebelum akhirnya dikembalikan ke empunya.

"Rumah kami ada di atas tanah orang. Jadi, selalu berpikir bagaimana nasib kami ke depan," ujar Eko penuh haru kepada Koran Jakarta, Juli lalu.

Perjalanan karier Eko di angkat besi tak semulus yang dibayangkan. Pada 2004 ketika dia belum mendapatkan hasil, orang tuanya sempat frustrasi dan menyuruhnya pulang kampung saja. "Sabar, mungkin harus menunggu lima tahun lagi (untuk berhasil), itu pun paling cepat," ujar Eko membesarkan hati orang tuanya.

Hanya butuh waktu dua tahun setelah orang tuanya frustrasi, Eko akhirnya bisa membantu membahagiakan orang tuanya. Pada 2007 di Kejuaraan Yunior Dunia Angkat Besi di Praha, Cekoslowakia, Eko mendapatkan medali emas dan menjadi lifter terbaik di usianya yang ketujuh belas. Bonus ratusan juta rupiah mengalir deras ke kantongnya dari pihak Kementerian Pemuda dan Olahraga.

Dari bonus itu, sebagian uangnya dia belikan tanah untuk orang tuanya. "Beli tanah. Kebetulan ada yang menawarkan tanah dengan harga murah di pinggir jalan 12x15 meter. Setelah sepakat, uangnya langsung saya transfer ke kampung," cerita Eko.

Bagi Eko, bisa membelikan tanah bagi orang tuanya adalah kebahagiaan yang luar biasa. "Pas sudah beli tanah rasanya tenang, kita nanti mau bikin gubuk di atas tanah itu tidak jadi masalah. Tidak berpikir lagi nanti tanahnya mau dipakai orang seperti rumah yang dulu," akunya, yang kemudian meraih bonus dari SEA Games 2007 Thailand yang membuatnya mampu membuatkan rumah bagi kedua orang tuanya, Saman dan Wastiah.

Menjadi Inspirasi

Prestasi Eko di angkat besi memberikan gairah tersendiri dalam regenerasi dan perkembangan angkat besi di Tanah Air. "Kini banyak orang tua yang menitipkan anaknya di latihan angkat besi setelah melihat keberhasilan Eko," ujar Kepala Bidang Hubungan Luar Negeri PB PABBSI, Soni Kasiran.

Bila melihat awal Eko terjun di dunia angkat besi ini memang agak unik. Pria kelahiran Lampung yang baru sekitar setahun ini menikah, awalnya sering menonton angkat besi di daerahnya, malah ketika menonton dia pernah diusir. Namun, melihat keseriusan dan tekadnya untuk berlatih, akhirnya dia diberikan kesempatan untuk berlatih di sasana METRO Lampung oleh Pelatih Suryono dan Johni.

Tidak dapat dibayangkan bila Eko terus diusir saat nonton latihan angkat besi, mungkin kita tidak akan punya stok atlet yang dapat berbicara di kancah internasional? Mungkin juga tidak ada catatan sejarah atlet angkat besi yang meraih perunggu di Olimpiade?

Eko menceritakan suka-dukanya ketika dia menggeluti dunia angkat besi. "Sukanya ya ketika juara dan mendapatkan apresiasi dari pemerintah. Tapi, kita kan melaksanakan kewajiban kita berprestasi. Setelah itu, kita baru bisa mendapatkan hak kita (bonus)," ungkap Eko. O tya marenka dalam tulisan di www.koran-jakarta.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bumi Itu Bentuknya Jajaran Genjang! (Sebuah cerita segar)

"Bumi itu datar!" katanya dengan mantap. Kami semua terdiam. Saling menatap mendengar pernyataannya. Sedangkan gw membenamkan wajah di balik  layar komputer. Menahan ketawa agar tidak pecah. Gw terkejut. Itu pasti. Ternyata ada beberapa orang yang gw kenal meyakini betul bumi itu datar. "Ada penjelasannya ga bumi itu datar? Karena selama ini gw taunya bumi itu bulat," cetus seorang kawan dengan wajah yang coba diperlihatkan serius. "Ini semua dasarnya karena keyakinan gw. Dari pelajaran yang gw peroleh ya seperti itu," tegas dia. Kami masih terpaku dengan jawabannya. Bukan terpukau tapi merasa aneh dan mulai tergelitik untuk menanyakan lebih jauh dasar keyakinannya itu. "Ada ceritanya dari balik keyakinan lo itu," tanya seorang kawan lagi. "Jadi gini, dulu ada seorang yang berjalan sampai ujung bumi. Mentok di kutub dan ga bisa lagi. Itu ujung bumi," terang dia. "Ujung bumi itu di kutub?," cetus gw. "Iya dari situ orang...

Kilau Pesona Negeri “Seribu Pagoda”

Di sisi bangunan teratas, terdapat lukisan dan relief-relief yang menggambarkan perjalanan hidup Buddha.  Bagi Anda yang ingin berwisata religi, tidak salah jika memilih Myanmar sebagai tujuan. Di sana, banyak dijumpai pagoda nan megah dan berkilau yang mengundang decak kagum. Negeri “Seribu Pagoda”, begitu sebutan populer Myanmar yang biasa disematkan masyarakat Indonesia. Sebutan itu memang relevan jika melihat banyaknya pagoda yang tersebar di seluruh penjuru negara yang dulu bernama Burma itu. Dengan populasi pemeluk agama Buddha yang mencapai 80 persen dari total penduduknya yang mencapai 61 juta orang, rasanya bukan hal mengherankan jika di Myanmar banyak dijumpai pagoda megah nan indah, tempat beribadah umat Buddha. Sejarah panjang mengiringi pendirian pagoda-pagoda tersebut. Tak heran, jika usia pagoda-pagoda di Myanmar bukan saja ratusan tahun, melainkan hingga mencapai ribuan tahun. Salah satu kota yang memiliki banyak pagoda adalah Yangon. Di sana terdapat sat...

Keberanian Andrew Jennings, FIFA dan Sepp Blatter

Nama Loretta Lynch mungkin tenar sebagai Jaksa yang menangkap para pejabat FIFA pada 27 Mei lalu. Tapi, nama lain ternyata menjadi kunci utama membongkar korupsi dan skandal FIFA yang sudah berurat akar di Federasi Sepakbola Dunia. Siapa Andrew Jennings? Usianya tak beda jauh dengan Blatter yang berusia 79, hanya lebih muda delapan tahun. Sama sepuhnya. Si Opa lahir di Skotlandia tapi besar di London, Inggris. Dunia sepakbola familiar dengannya karena kakeknya pemain dari klub Leyton Orient. Tapi, Jennings bukan pemain sepakbola. Dia seorang jurnalis investigasi yang sudah lebih dari separuh hidupnya membongkar kasus-kasus kriminal dan mafia, mulai dari perdagangan heroin di Thailand dan hingga kartel di era 80-an di Italia. Memasuki 90-an dia mulai menilisik International Olympic Committe alias Komite Olimpiade Internasional atas saran movie maker Hollywood, Paul Greengrass. Dari ceritanya, Jennings mulai menangkap ada jaring korupsi di badan olahraga dunia itu. Juan Antonio Samaran...