Langsung ke konten utama

Wisata Belanja Murah


Tahun 2010 ini, tepat dibukanya perdagangan bebas ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA). Berarti produk-produk China mengalir deras ke negara-negara Asia Tenggara, termasuk Laos.

Namun Laos sepertinya sudah terlebih dahulu membuka kran pintu perdagangannya dengan China. Betapa tidak, kebanyakan produk-produk yang di jual di Laos, merupakan barang-barang yang berasal dari sana.

Barang-barang ini mengalir mudah, karena China berbatasan langsung dengan kota Loung Namtha dan Phongsali di sebelah utara. Sehingga dengan mudah akses perdagangan, baik legal maupun ilegal dapat masuk ke Laos.

Seperti di Jakarta, kualitas produk-produk China tentu saja membuat harganya juga miring. Itu juga yang berlaku di Laos.

Untuk dapat mendapatkan produk ini, morning market atau pasar pagi di kota Vientiane, atau masyarakat sana lebih mengenal Talat Sao dapat menjadi pilihan tepat. Tempat ini mirip pasar tradisional yang ada di Indonesia. Gerai-gerai para pedagang berjejer bersebelahan dan tertata sesuai susunan.

Namun beda dengan pasar tradisional di Indonesia, di sini lebih bersih. Aroma bau tak sedap hampir tidak ada. Pasar juga tak terlalu padat dengan pembeli yang berjubel dan berdesak-desakan. Sehingga setiap pembeli dengan mudah mencari barang pilihannya.

Kendala bahasa akan menyulitkan siapapun untuk bertransaksi di pasar ini. Untuk membeli sebuah barang, jalan terbaik untuk menawar yakni dengan menggunakan kalkulator. Cara ini cukup jitu untuk menghindari para penjual nakal yang langsung membandrol harga tinggi.

Meski di Laos, dollar Amerika dapat digunakan sebagai alat pembayaran. Sebaiknya, untuk belanja di pasar ini tetap menggunakan kip. Karena, jika berani mengeluarkan dollar, para pedagang selalu menaikkan harganya berkali-kali lipat.

Di pasar ini semua tersedia. Mulai dari pakaian, berbagai jenis cinderamata hingga barang-barang elektronik.

Sinh atau kain khas Laos menjadi barang paling diminati. Kain tradisional ini mirip dengan kain songket Indonesia. Dari kain ini, dapat dibuat berbagai macam bentuk pakaian.

Di Laos sendiri, sinh menjadi wajib hukumnya bagi kaum wanita di sana terutama untuk rok seragam. Para pelajar, karyawan hingga pejabat pemerintahan, mereka diwajibkan menggunakan kain ini.

“Memang untuk anak sekolah dan karyawan wajib menggunakan sinh. Kalau di sekolah, jika tidak akan terkena hukuman,” jelas Pan Chittivong, warga Laos yang ditemui Koran Jakarta.

Harga satu meter sinh dengan kualitas terbaiknya cukup murah yakni 30 ribu kip atau sama dengan 30 ribu rupiah. Jika ingin lebih mahalpun tersedia. Corak dan warna cukup beragam. Namun seperti khas di Laos, warna-warna terang seperti merah, kuning dan jingga mendominasi.

Namun jika pergi ke Talat Sao, barang-barang elektronik dapat menjadi pilihan. Harga di pasar ini, seluruh alat elektronik dijual dengan harga sangat miring. Telepon genggam yang harganya selangit jika membeli di Jakarta, di sini hanya seperempat saja.

Tentu saja, dengan harga murah, tentu kualitas berbicara. Produk-produk di sini merupakan barang yang didatangkan dari China.

Seperti telepon genggam Blackberry, di pasar ini harganya hanya kisaran 600-850 ribu kip. Padahal, harga termurah handphone baru seperti ini di Jakarta 3 juta rupiah lebih.

Begitu juga I Phone, produk handphone yang cukup mahal ini, di Talat Sao harganya hanya 500-650 ribu kip. Dengan fasilitas touchscreen, kamera dan fasilitas yang terdapat di handphone.

Belum lagi, merk handphone lainnya. Tak hanya itu, alat-alat elektronik lainnya seperti Ipod, kamera dan lainnya juga dapat dengan mudah ditemukan. Pastinya, dengan harga jauh lebih murah dibandingkan pasaran di Indonesia.

Kemurahan ini tak berarti menjamin keaslian. Rata-rata handphone yang dijual ini merupakan aspal alias asli atau palsu. Meski bentuknya serupa Blackberry, I Phone atau Nokia, namun sangat berbeda jauh dengan aslinya.

Saking murahnya, jangan heran jika membeli handphone seperti membeli roti. Tak perlu kardus, cukup dengan plastik putih, setiap orang dapat membawa pulang handphone baru. Anda tertarik? O tya

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bumi Itu Bentuknya Jajaran Genjang! (Sebuah cerita segar)

"Bumi itu datar!" katanya dengan mantap. Kami semua terdiam. Saling menatap mendengar pernyataannya. Sedangkan gw membenamkan wajah di balik  layar komputer. Menahan ketawa agar tidak pecah. Gw terkejut. Itu pasti. Ternyata ada beberapa orang yang gw kenal meyakini betul bumi itu datar. "Ada penjelasannya ga bumi itu datar? Karena selama ini gw taunya bumi itu bulat," cetus seorang kawan dengan wajah yang coba diperlihatkan serius. "Ini semua dasarnya karena keyakinan gw. Dari pelajaran yang gw peroleh ya seperti itu," tegas dia. Kami masih terpaku dengan jawabannya. Bukan terpukau tapi merasa aneh dan mulai tergelitik untuk menanyakan lebih jauh dasar keyakinannya itu. "Ada ceritanya dari balik keyakinan lo itu," tanya seorang kawan lagi. "Jadi gini, dulu ada seorang yang berjalan sampai ujung bumi. Mentok di kutub dan ga bisa lagi. Itu ujung bumi," terang dia. "Ujung bumi itu di kutub?," cetus gw. "Iya dari situ orang...

Ini Kisah Maria Londa, dalam Wawancara Desember 2013

Maria Londa Tidak Suka Berlari Tak berhenti berharap dan berdoa menjadi modal Maria Natalia Londa memperbaiki prestasi di pentas SEA Games. Maria Natalia Londa tak pernah berpikir menekuni dunia atletik, terutama lompat jangkit dan lompat jauh. Maria kecil hanya suka menyaksikan I Ketut Pageh berlatih bersama anak asuhnya di sebuah lapangan di Denpasar, Bali. Sering bertemu itu, I Ketut Pageh mulai membujuk rayu Maria untuk menekuni dunia atletik. Sekali lagi, ketertarikan itu belum terlintas dipikiran Maria. Namun, pelatih yang sudah malang melintang di dunia atletik itu tidak menyerah. Rayuan kembali dia layangkan untuk Maria. Dan, Maria pun luluh. Aksi coba-coba dilakukan Maria. Anehnya, terjun di dunia atletik, Maria tidak suka berlari, karenanya dia tidak berminat menjadi atlet nomor lari. Dia pun mulai melirik nomor lompat. “Satu hal yang membuat saya lebih memilih nomor lompatan, karena saya tidak suka berlari,” kata Maria membuka rahasia kecilnya saat berbincang deng...

AirAsia aircraft flight QZ8501 HAVE FOUNDED

Indonesian National Save and Rescue (SAR) have founded AirAsia flight QZ8501 plane in Karimata straits, Pangkalan Bun, Middle Borneo. They founded six dead bodies and emergency exit a plane.  "The location was 15-20 km to the east at the last point AirAsia detected in Karimata Strait , " explained Pangkoops I Marsma Dwi Putranto in Pangkalan Bun , Tuesday ( 12/30/2014 ). Based on the location , area of ​​sightings of these objects were around Gulf Air Hitam . The appearance of objects suspected of objects belonging to AirAsia plane QZ8510 occurred around 11:00 , after approximately five hours for aircraft conducting searches inland , coastal , and ocean in the southern part of Borneo island. Dirops Basarnas Supriyadi, who ensuring body, told reporter in Pangkalan Bun, he watch three body floating in the sea. Supriyadi together members helicopter ride to check the floating body reportedly based on reports CN235 aircraft are photographing objects suspected...