Langsung ke konten utama

Vientiane, Tempat Asyik Merenung

Hiruk pikuk Jakarta sebagai ibukota Indonesia tak melulu menjadi daya magis bagi tiap orang untuk berjuang di kota ini. Kemacetan dan polusi udara, kadang membuat orang memilih tidak mengadu nasib di Jakarta.

Salah satu contohnya Atik Wulandari. Perempuan yang bekerja sebagai sekretaris pribadi Duta Besar Laos Sutjiptohardjo Donokusumo ini, sudah tiga bulan memilih bekerja di Vientiane, Laos. Padahal, ketika di Jakarta ia menjadi seorang pegawai di salah satu bank di Thamrin.

Saat pertama kali Atik menginjakkan kaki di Vientiane, ia tak menyangka suasananya jauh dibandingkan Jakarta. Di mulai dari bandara, Atik sempat tercengang. Bayangkan saja, satu-satunya bandara di Laos yakni Wattay International Airport, tak bedanya lapangan terbang di daerah. Dengan fasilitas minim dan keamanan seadanya.

Kondisi ini tak berbeda jauh dengan suasana kotanya. Tak banyak gedung-gedung pencakar langit di kota berpenduduk 200 ribu jiwa ini. Bahkan, tak ada kemacetan berarti atau keramaian yang sering terjadi di Jakarta.

Kendati kaget dengan suasana baru ini, Atik mengaku tidak kecewa. Sebaliknya, suasana kota Vientiane yang tenang membuatnya jauh lebih baik.

“Kalau mau menenangkan diri lebih enak di sini. Jauh dari kemacetan, dan polusi. Bayangkan jika dulu saya di Jakarta, pulang kerja dari Thamrin ke Ciputat memakan waktu kadang hampir dua jam. Di sini mencari kemacetan tidak akan ada. Suasana di sini juga tenang,” kata Atik saat ditemui Koran Jakarta di Kedutaan Besar RI di Laos, beberapa waktu lalu.

Ucapan Atik mungkin benar adanya. Sepanjang penglihatan Koran Jakarta berkeliling kota Vientiane, suasana kota ini begitu tenang. Meski jalanan di ibukota Laos, lebarnya hampir mirip dengan jalan MH. Thamrin di Jakarta, namun tidak banyak kendaraan lalu lalang di sekitarnya.

Memasuki kota Vientiane, seolah mengingatkan kita pada sudut-sudut kota di pulau Jawa, seperti Yogyakarta atau Semarang. Bangunan-bangunan tua peninggalan penjajah Prancis masih banyak terlihat di tiap sudutnya. Bangunan berarsitektur Eropa namun sudah berpadu dengan ciri khas bangunan Laos yang mirip dengan ciri khas Thailand.

Romantisme yang timbul dari hamparan gedung-gedung tua ini seolah membius siapapun yang datang ke kota ini. Kesan angker karena negara komunis ini miskin terkikis dengan suasana kota.

Suasana inilah yang membuat banyak orang yang sudah mengenal betul Vientiane akan jatuh cinta, IGN Gatot WS misalnya. Pria berusia 35 tahun yang bekerja di Kedubes RI ini mengaku betah di kota ini. Saking betahnya, Gatot yang berasal dari Magelang sudah tujuh tahun berada di Laos.

“Saya betah di sini. Bahkan, saya sudah menikah dengan penduduk asli Laos dan mempunyai anak. Bukan saya saja, beberapa teman saya juga sama. Kami sudah jatuh cinta dengan kota ini,” ucap Gatot.

Ketenangan memang terasa di kota ini. Saking, tenangnya tak ada mall atau tempat nongkrong seperti yang bertaburan di kota-kota besar di Indonesia. Di Vientiane, hanya ada satu tempat belanja yakni morning market atau Thalat Sao. Inilah satu-satunya jantung perekonomian di Vientiane.

Namun bagi beberapa WNI yang tinggal di kota ini, mereka merasa bersyukur fasilitas seperti itu tidak ada. Kata beberapa orang yang dijumpai Koran Jakarta, manfaatnya terasa bagi mereka. Bahkan, ada yang bilang, mereka dapat beribadah lebih khusyuk.

“Kalau ada mal, kita mungkin seperti di Jakarta. Tapi, kalau situasinya seperti ini, kita jadi fokus beribadah karena tidak ada kegiatan,” sambung Atik.

Berada di Vientiane, selama beberapa hari memang tak banyak hiburan terdapat di kota ini. Selain Vientiane, nyaris tak ada tempat-tempat yang dapat disaksikan gratis oleh rakyatnya.

Tak heran, jika ada perhelatan yang dibuat pemerintah. Warga berbondong-bondong menyaksikan. Seperti menghilangkan dahaga yang telah lama menyumbat, antusiasme mereka begitu besar.

Vientiane merupakan ibukota Laos yang terletak dipinggir sungai Mekong. Sungai yang sudah terkenal seantero dunia. Karena sungai ini tak hanya melintasi Laos, tapi juga beberapa negara lainnya seperti Thailand, Vietnam, Myanmar, Kamboja hingga perbatasan China. Dengan jarak yang begitu dekat dengan seluruh negara ini, Vientiane dapat diakses dari berbagai negara melalui jalan darat, terutama dari Thailand dan Vietnam yang lebih dekat.

Kota ini bagian dari 16 profinsi yang ada di Laos. Cermin sesungguhnya Laos, karena kota ini terbesar di negaranya, selain Luang Prabang, Savannakhet dan Pakxe.

Dari jumlah penduduk, sebagai ibukota negara Vientiane yang luasnya hanya 3.920 kilometer persegi juga tak terlalu banyak, dibandingkan Jakarta. Kota ini hanya memiliki 700 ribu jiwa penduduk. Dengan jumlah penduduk sedikit ini yang mungkin membuat kota ini jauh lebih tenang dibandingkan ibukota negara Asia Tenggara lainnya. Ketenangan yang sulit didapatkan di Jakarta atau di Bangkok yang tiap harinya penuh dengan kemacetan dan polusi.

Ketenangan mungkin terjadi karena pembangunan di kota ini belum begitu banyak. Hanya 10 menit dari pusat kota, hamparan tanah kosong masih bertebaran dan belum terjamah, seperti komplek tempat berlangsungnya SEA Games ke-25 pada Desember lalu.

Jika melihatnya, Vientiane tak tampak seperti ibukota negara, melainkan daerah pinggiran Jakarta, seperti Karawang atau Bekasi. Karena, disekitarnya hanya ada hutan-hutan jati dan tanah tak bertuan.


Kota Bersejarah


Berbeda dengan Singapura, Jakarta, Kuala Lumpur atau Bangkok tak berarti Vientiane tak memiliki daya tarik. Meski tak ada deretan gedung pencakar langit atau kemacetan panjang di tiap jam kerja, kota ini menyimpan seribu cerita.

Berdiri sejak 400 tahun lebih, Vientiane sejak lama menjadi perebutan kekuasaan. Dari raja-raja yang berada di Thailand dan Laos, hingga penjajah Prancis yang menjadikan kota ini sebagai pusat pengendalian jajahannya di seluruh Laos.

Kisah-kisah itu tertata rapih dalam deretan gedung dan bangunan tua, serta jejak-jejak kerajaan di masa lalu. Meski usainya menua, namun pemerintah Laos tetap menjaganya utuh. Kemiskinan tak membuat mereka lupa untuk menjaganya.

Jika di kota Tua Jakarta, banyak gedung-gedung peninggalan penjajah rusak termakan usia. Suasana berbeda akan terlihat di Vientiane. Seluruh gedung peninggalan penjajah di sana, dirawat menjadi museum atau tempat wisata.

Diantara gedung-gedung itu, beberapa diantaranya terlaris menjadi tempat kunjungan para wisatawan. Yakni Buddha Park, Haw Phra Kaew, Lao National Museum, Patuxay, Pha That Luang, That Dam, lWat Ong Teu Mahawihan, Wat Si Muang, Wat Si Saket, dan Wat Sok Pa Luang.

Inilah yang membuat Vientiane banyak dikunjungi para wisatawan asing. Mereka rata-rata datang untuk menikmati ketenangan dan suasana kota ini.

Komunisme yang telah lama mengekang kebebasan demokrasi di Laos juga tak begitu mengerikan seperti yang dibayangkan. Klub-klub malam juga tersedia di kota ini. Hanya saja, lebih terpusat di sudut kota, tak jauh dari pusat pemerintahan.

Soal keamanan tak perlu khawatir. Meski negara ini miskin, namun aparat keamanan di negara ini begitu disiplin. Bagi wisatawan, mereka bahkan memberikan perhatian lebih jika diperlukan. Maklum, wisata menjadi salah satu pemasukan paling besar bagi kota ini. Tiap sudut kota, aparat keamanan selalu siap siaga.

Tapi, tak melulu menjadi jaminan. Sejak jam malam dicabut tujuh bulan lalu, kota ini baru dapat lepas dari kungkungan. Jadi, jika menikmati kota Vientiane di waktu malam, perlu waspada. Sebaiknya, membawa teman.

Sesungguhnya tak hanya Vientiane yang menyimpan banyak kisah bersejarah. Luang Prabang dapat menjadi referensi yang patut diperhitungkan. Kota bersejarah ini menyimpan panorama serta sejarah menakjubkan. Tak heran, badan organisasi PBB UNESCO menjadikannya sebagai salah satu warisan budaya dunia. O tya marenka


Tip untuk ke Laos

  1. Siap-siap merogoh kocek lebih karena untuk masuk ke negara ini membutuhkan visa. Negara ini berbeda dengan negara Asia Tenggara lainnya yang sudah menerapkan bebas visa.
  2. Masalah bahasa akan jadi kendala besar. Sulit menemukan penduduk yang dapat menggunakan bahasa Inggris. Jadi, siap-siap berbicara menggunakan bahasa tubuh.
  3. Untuk makanan, bagi seorang muslim harus hati-hati. Karena, sebagian besar makanan diolah dengan daging babi. Untuk amannya, dapat makan di restoran India Pakistan atau Malaysia, karena mereka rata-rata menggunakan daging kambing.

4. Jika ingin berjalan-jalan, sebaiknya anda menukarkan uang di bank-bank resmi. Minimnya money changer akan menyulitkan anda jika ingin menelusuri Laos hingga ke pelosok-pelosok.

5. Meski pesawat menuju Laos sangat jarang, namun mencapai Laos dapat dari berbagai negara. Mulai dari Ho Chi Minh, Vietnam atau dari Bangkok, Thailand. Bisa juga dari Malaysia.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bumi Itu Bentuknya Jajaran Genjang! (Sebuah cerita segar)

"Bumi itu datar!" katanya dengan mantap. Kami semua terdiam. Saling menatap mendengar pernyataannya. Sedangkan gw membenamkan wajah di balik  layar komputer. Menahan ketawa agar tidak pecah. Gw terkejut. Itu pasti. Ternyata ada beberapa orang yang gw kenal meyakini betul bumi itu datar. "Ada penjelasannya ga bumi itu datar? Karena selama ini gw taunya bumi itu bulat," cetus seorang kawan dengan wajah yang coba diperlihatkan serius. "Ini semua dasarnya karena keyakinan gw. Dari pelajaran yang gw peroleh ya seperti itu," tegas dia. Kami masih terpaku dengan jawabannya. Bukan terpukau tapi merasa aneh dan mulai tergelitik untuk menanyakan lebih jauh dasar keyakinannya itu. "Ada ceritanya dari balik keyakinan lo itu," tanya seorang kawan lagi. "Jadi gini, dulu ada seorang yang berjalan sampai ujung bumi. Mentok di kutub dan ga bisa lagi. Itu ujung bumi," terang dia. "Ujung bumi itu di kutub?," cetus gw. "Iya dari situ orang...

Ini Kisah Maria Londa, dalam Wawancara Desember 2013

Maria Londa Tidak Suka Berlari Tak berhenti berharap dan berdoa menjadi modal Maria Natalia Londa memperbaiki prestasi di pentas SEA Games. Maria Natalia Londa tak pernah berpikir menekuni dunia atletik, terutama lompat jangkit dan lompat jauh. Maria kecil hanya suka menyaksikan I Ketut Pageh berlatih bersama anak asuhnya di sebuah lapangan di Denpasar, Bali. Sering bertemu itu, I Ketut Pageh mulai membujuk rayu Maria untuk menekuni dunia atletik. Sekali lagi, ketertarikan itu belum terlintas dipikiran Maria. Namun, pelatih yang sudah malang melintang di dunia atletik itu tidak menyerah. Rayuan kembali dia layangkan untuk Maria. Dan, Maria pun luluh. Aksi coba-coba dilakukan Maria. Anehnya, terjun di dunia atletik, Maria tidak suka berlari, karenanya dia tidak berminat menjadi atlet nomor lari. Dia pun mulai melirik nomor lompat. “Satu hal yang membuat saya lebih memilih nomor lompatan, karena saya tidak suka berlari,” kata Maria membuka rahasia kecilnya saat berbincang deng...

AirAsia aircraft flight QZ8501 HAVE FOUNDED

Indonesian National Save and Rescue (SAR) have founded AirAsia flight QZ8501 plane in Karimata straits, Pangkalan Bun, Middle Borneo. They founded six dead bodies and emergency exit a plane.  "The location was 15-20 km to the east at the last point AirAsia detected in Karimata Strait , " explained Pangkoops I Marsma Dwi Putranto in Pangkalan Bun , Tuesday ( 12/30/2014 ). Based on the location , area of ​​sightings of these objects were around Gulf Air Hitam . The appearance of objects suspected of objects belonging to AirAsia plane QZ8510 occurred around 11:00 , after approximately five hours for aircraft conducting searches inland , coastal , and ocean in the southern part of Borneo island. Dirops Basarnas Supriyadi, who ensuring body, told reporter in Pangkalan Bun, he watch three body floating in the sea. Supriyadi together members helicopter ride to check the floating body reportedly based on reports CN235 aircraft are photographing objects suspected...