Sikap keras yang dimiliki Drogba dengan wajah garangnya seperti saat Chelsea melawan Barcelona di semi final Liga Champions musim lalu, masih tertanam dibenak pecinta sepak bola. Sikap temperamental yang memaksanya tidak tampil di tiga pertandingan awal Liga Champions musim ini, karena mengeluarkan kata-kata kasar.
Ketidakadilan dari wasit Tom Henning Ovrebo yang membuat Drogba terusik. Sehingga ia lepas kendali dengan mencaci maki wasit asal Norwegia itu.
Namun sesungguhnya sikap itu tak mewakili jiwa Drogba yang sebenarnya. Di luar lapangan, striker berusia 32 tahun ini memiliki jiwa pemimpin dan sosial yang tinggi. Drogba tak perlu berpikir panjang untuk membantu siapapun yang membutuhkan.
Bukti nyata, ketulusan jiwa Drogba yakni peran aktifnya membangun tanah kelahiranya di Abidjan, Pantai Gading. Dengan rejeki melimpah yang dimilikinya sebagai pemain sepak bola dan bintang iklan, Drogba rela merogoh koceknya sendiri demi kemajuan nenek moyangnya.
Di sana, Drogba membangun sebuah rumah sakit dengan menyumbang 3 juta poundsterling atau sebesar 41 miliar rupiah sejak akhir 2009. Dalam pembangunannya Drogba dibantu United Nations Development Programme (UNDP) yang memilihnya sebagai duta.
Terinspirasi untuk dapat memajukan masyarakat disana yang membuatnya tergerak membuat ‘Didier Drogba Foundation’. Tito-begitu julukan Drogba waktu kecil-merasa tergerak agar masa kecilnya yang bergelut dengan kemiskinan dan tak memiliki apapun, tidak dialami orang lain, terutama di daerahnya.
“Sejak awal, proyek utama badan amal ini membangun dan membiayai rumah sakit, agar mereka memiliki selalu sehat dan memiliki peluang hidup lebih lama,” ungkap Drogba seperti dilansir The Daily Telegraph.
Sebagai seorang atlet atau artis kelas, hal yang dilakukan Drogba lumrah adanya. Namun tidak bagi masyarakat di Abidjan, tanah kelahiran striker Chelsea ini. Di distrik berpenduduk tiga juta lebih jiwa ini, Drogba sudah dianggap pahlawan.
Mantan pemain Marseille ini tak hanya sekedar membantu dari sisi finansial dan materi saja. Tapi, jiwa kepemimpinannya seperti saat memimpin tim nasional Pantai Gading pernah ditunjukkan Drogba saat memberikan kedamaian untuk negaranya.
Berkat jiwa kepemimpinannya ini, majalah mingguan Time memasukkan Drogba sebagai salah satu dari 100 orang paling berpengaruh di dunia. Dia disejajarkan dengan mantan Presiden Amerika Serikat Bill Clinton dan penyanyi Lady Gaga dalam sampul terbitan akhir April.
Drogba dianggap pantas menerima anugerah ini karena ia memiliki peran penting dalam membawa perdamaian di negaranya. Kisah ini berawal Oktober 2005 silam ketika Pantai Gading bersiap menghadapi putaran final Piala Dunia 2006 di Jerman.
Kondisi perang saudara yang sudah lima tahun terjadi di tanah leluhurnya, membuat batin Drogba terusik. Tanpa pikir panjang, Drogba mengambil microphone televisi nasional saat di ruang ganti. Sambil bersimpuh dikeliling rekan-rekannya, Drogba memohon kepada dua faksi yang terlibat perang saudara berhenti terlibat konflik. Hanya dalam waktu seminggu setelah aksi Drogba, perang itu berakhir. Sukses Drogba membawa perdamaian di negaranya, Drogba mendapat julukan dari media sebagai Raja Afrika.
“Saya melakukan itu secara naluriah. Seluruh pemain juga benci apa yang terjadi di negara kami. Saya menang banyak trofi dalam karierku. Tapi tidak dapat membantu meredam pertempuran di negaraku,” kenang Drogba.
Totalitas Drogba
Selain jiwa kepemimpinan dan sosial yang begitu tinggi, ayah dari tiga anak ini selalu totalitas dalam menjalankan tugas. Dalam kamus Drogba tak mengenal kata menyerah.
Permainan ngotot dan menusuk langsung jantung pertahanan lawan menjadi buktinya. Drogba tak pernah lelah berlari untuk merobek gawang lawan, atau sekedar membantu lini pertahanan timnya.
Tak heran, dengan totalitas yang dimiliki Drogba begitu penting bagi klubnya, Chelsea. Talentanya seringkali menjadi kunci utama bagi Chelsea merebut gelar di setiap even. Termasuk penentuan gelar Liga Inggris, hari ini. Kemenangan saat menjamu Wigan Athletic di Stamford Bridge, menjadi penentu bagi Chelsea merengkuh gelar musim ini.
Dengan kondisi ini, bukan tak mungkin Carlo Ancelotti menumpukkan harapan besar kepada Drogba. Apalagi tak hanya gelar bagi Chelsea yang akan memompa semangat Drogba, tapi juga perebutan sepatu emas atau topskorer Premier League musim ini. Sebab, Drogba kini bersaing ketat dengan striker Manchester United Wayne Rooney yang sama-sama memiliki 26 gol.
Bukan hanya totalitas yang dimiliki Drogba. Loyalitasnya sebagai pemain juga patut diacungi jempol. Betapa tidak, disaat dirinya harus berbaring menjalani operasi hernia, Drogba memilih untuk tetap berada di lapangan hijau. Pemain berusia 32 tahun ini tak ingin kehilangan momen sedikitpun saat timnya berjuang. Termasuk tetap hadir di Piala Dunia 2010 untuk membela Pantai Gading.
“Saya ingin main di Piala Dunia, setelah itu kita lihat apa yang akan saya lakukan. Tapi yang jelas saya tidak mau dioperasi sekarang, dua atau tiga pekan ke depan. Saya tidak mau,” kata Drogba seperti dilansir BBC. O tya marenka
Biodata:
Nama lengkap: Didier Yves Drogba Tébily
Nama panggilan: Didier Drogba
Kelahiran : Abidjan, 11 Maret 1978
Istri: Alla
Klub : Chelsea
Penghargaan:
- Onze d'Or: 2004
- Topskorer Piala UEFA 2004
- Gol terbaik di Ligue 1 2004
- Pemain terbaik Ligue 1 2004
- Pemain terbaik Pantai Gading 2006 dan 2007
- Pemain terbaik Afrika 2006 dan 2009
- Pemain terbaik Afrika versi BBC 2009
- Pencetak gol terbanyak Pantai Gading sepanjang masa
- Pemain terbaik Afrika 2006 dan 2009
Komentar
Posting Komentar